Dugaan Pencemaran Laut Akibat Reklamasi dan Pematangan Lahan di Pulau Setokok Batam

TelegrapNew.scom, Batam – Pada Jumat (19 Juli 2025)  Akar Bhumi Indonesia menerima aduan dari beberapa nelayan Pulau Setokok dan Pulau Akar terkait aktivitas reklamasi dan pematangan
lahan di pesisir Pulau Setokok, Kota Batam, Kepulauan Riau, yang mencemari
lingkungan.

Menurut temuan Akar Bhumi Indonesia saat verifikasi pada Sabtu (30 Agustus 2025),
kegiatan reklamasi dan pematangan lahan telah menyebabkan aliran lumpur masuk
ke laut saat turun hujan. Material tanah yang terbawa dari daratan mengakibatkan
kerusakan ekosistem laut yang berbatasan langsung dengan keramba Balai
Perikanan Budi daya Laut Batam yang dikunjungi Wakil Presiden Gibran Rakabuming
Raka pada 10 September 2025, dan berjarak sekitar 3,5 Kilometer dari lokasi
penanaman mangrove presiden Joko Widodo pada 28 September 2021.

BACA JUGA:  Kadishub Batam Kaget Tarif Parkir Penyumbang Inflasi Terbesar Batam

“Memang ada tanggul yang dipasang sebagian, namun banyak area lain yang tidak
dipasang. Bahkan mereka menggunakan oil boom yang sejatinya hanya untuk
menahan tumpahan minyak, bukan lumpur atau sedimen. Jadi, upaya itu jelas tidak
efektif,” ujar Pendiri Akar Bhumi Indonesia, Hendrik Hermawan dalam keterangan pers diterima telegrapNews sabtu (13/9/2025).

Hasil pemantauan kamera udara (drone) juga menemukan adanya pencemaran.

“Kami pastikan, ini bukan lagi potensi, melainkan sudah terjadi kerusakan dan
pencemaran lingkungan di kawasan tersebut,” tambah Hendrik.

Dampak terhadap Nelayan

Nelayan-nelayan di Pulau Akar dan Pulau Panjang mulai merasakan penurunan hasil
tangkapan. Sedimentasi yang menyebar cepat ke laut membuat biota laut terganggu.

BACA JUGA:  May Day 2025 di Batam: 1.000 Buruh Akan Unjuk Kekuatan Tuntut Kesejahteraan dan Keadilan!

“Nelayan menyampaikan penghasilan mereka menurun. Itu wajar, karena kerusakan
pesisir membawa dampak ekonomi langsung,” jelas Hendrik.

Selain mengancam mata pencaharian, kawasan terdampak juga diduga memiliki
ekosistem penting seperti mangrove, padang lamun, dan terumbu karang.

Akar Bhumi Indonesia saat ini masih menunggu hasil kajian citra satelit untuk
memastikan kondisi ekosistem sebelum pembukaan lahan dilakukan.

Legalitas Proyek Dipertanyakan

Ketua Akar Bhumi Indonesia, Sony Rianto, menyebut temuan lapangan ini
menimbulkan pertanyaan mengenai legalitas proyek. Ia mempertanyakan apakah
perusahaan pelaksana telah mengantongi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dari Dinas Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Provinsi Kepulauan Riau.

“Ini yang akan kami dalami. Apakah perusahaan sudah sesuai prosedur atau justru
melanggar aturan. Bagaimanapun, reklamasi tetap ada regulasinya,” tegas Sony.

BACA JUGA:  Kantor KONI Diresmikan, Kadispora Batam Sebut Sebagai Simbol Kebangkitan Prestasi Cabor Menuju PON Aceh-Medan

Akar Bhumi Indonesia juga merekomendasikan agar pemerintah meningkatkan
pengawasan terhadap aktivitas serupa di Kota Batam. Mereka menilai, kerusakan
pesisir berpotensi memicu ketimpangan sosial-ekonomi akibat turunnya pendapatan
nelayan.

“Yang pasti kami akan segera melaporkan temuan ini ke KKP dan Kementerian
Lingkungan Hidup untuk ditindaklanjuti. Kami ingin memastikan apakah kegiatan
perusahaan itu sesuai aturan atau tidak,” tutup Sony.

Berdasarkan informasi sementara, perusahaan yang terlibat disebut menggarap lahan
seluas sekitar 100 hektare untuk proyek yang diduga terkait suplai energi listrik.

Namun, detail mengenai nama perusahaan dan penanggung jawab masih ditelusuri
lebih lanjut. (lcm)