
Telegrapnews.com, Batam – Hingga penghujung Mei 2025, Provinsi Kepulauan Riau masih belum memiliki Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) definitif, meski proses seleksi komisioner telah rampung sejak tahun lalu. Kekosongan ini memicu kecemasan luas soal lemahnya pengawasan isi siaran, terlebih Kepri merupakan wilayah strategis di perbatasan.
Pengamat kebijakan publik, Zamzami A Karim, menyebut keterlambatan pelantikan KPID sebagai bentuk pengabaian serius terhadap mandat negara.
“KPID itu bukan pelengkap, tapi kewajiban undang-undang. Tanpa KPID, siaran bisa bebas tanpa kendali. Ini sangat berbahaya, apalagi di daerah perbatasan seperti Kepri,” tegas Zamzami, Selasa (27/5).
Ia bahkan menduga ada tarik-menarik kepentingan politik yang membuat proses pelantikan KPID mandek tak berujung.
“Jika ini dibiarkan, ruang siar bisa menjadi liar dan destruktif. Kita sedang membuka peluang penyalahgunaan frekuensi publik,” katanya mengingatkan.
Suara serupa juga datang dari aktivis penyiaran Kepri, Sarah Meidina Husein, yang menyoroti dampak kekosongan ini terhadap digitalisasi siaran dan perlindungan publik dari konten bermasalah.
“Tanpa KPID, siapa yang memverifikasi pengaduan masyarakat? Siapa yang memberikan edukasi literasi media? Banyak konten kekerasan verbal, politik identitas, bahkan iklan terselubung luput dari pantauan,” ungkap Sarah.
Ia menyebut, ruang siar di Kepri kini seperti halaman rumah tanpa pagar dan penjaga, rawan dimasuki konten yang bisa membentuk opini publik secara negatif—terutama di kalangan anak muda.
“Media bukan sekadar hiburan. Ini alat pembentuk cara pikir. Kalau dibiarkan liar, kita sedang mencetak generasi yang dijejali konten tak sehat,” ujarnya.
Sarah juga menyesalkan macetnya pembinaan terhadap lembaga penyiaran komunitas di Kepri, yang seharusnya menjadi ujung tombak demokrasi informasi berbasis lokal.
Di tengah derasnya arus informasi digital dan kompleksitas isu sosial politik, ketiadaan KPID di Kepri bukan sekadar soal administratif. Ini menyangkut masa depan literasi publik, integritas penyiaran, dan kualitas demokrasi lokal.
Pertanyaannya kini: sampai kapan Kepri membiarkan jagat siaran tanpa penjaga?
Editor: dr