Jaksa Perlu Telusuri Kebocoran Retribusi Parkir di Batam

Jaksa Perlu Telusuri Kebocoran Retribusi Parkir di Batam
Retribusi parkir di Batam dinilai bermasalah di lapangan, jaksa perlu turun tangan. (ilustrasi)

Telegrapnews, Batam – Pendapatan daerah Kota Batam dari sektor retribusi parkir tepi jalan dinilai sangat minim dibandingkan dengan jumlah kendaraan bermotor di kota tersebut yang mencapai lebih dari 1 juta unit.

Anggota Komisi II DPRD Batam, Setya Putra Tarigan, menilai potensi kebocoran retribusi parkir ini sangat besar, mencapai lebih dari 50 persen.

Ia mendorong Kejaksaan untuk segera turun tangan menelusuri permasalahan ini.

“Dari analisa dan fakta lapangan, penerimaan retribusi parkir dalam empat tahun terakhir hanya rata-rata Rp4,6 miliar per tahun. Ini tidak sebanding dengan potensi yang ada. Ke depan, pada anggaran 2025, masalah ini akan benar-benar kami seriusi,” ujar Setya saat diwawancarai.

Baca juga: Kadishub Batam Kaget Tarif Parkir Penyumbang Inflasi Terbesar Batam

BACA JUGA:  Tragedi di Pantai Bahagia Nongsa: Tim SAR Temukan Pemancing yang Hilang dalam Kondisi Meninggal

Menurut data, penerimaan retribusi parkir tahun 2020 hingga 2023 menunjukkan angka yang stagnan, yakni sekitar Rp4,4-6,8 miliar per tahun.

Meski pada 2024 diprediksi mencapai Rp19 miliar akibat kenaikan tarif parkir hingga 100 persen, angka tersebut masih dianggap belum mencerminkan potensi sebenarnya.

Sistem Parkir Bermasalah

Setya, politisi Partai Gerindra, juga mengungkapkan adanya sistem tidak transparan dalam pengelolaan parkir.

Ia mencontohkan bahwa seorang juru parkir (jukir) harus menyetorkan Rp600 ribu per hari kepada koordinator lapangan. Namun hanya Rp150 ribu yang dilaporkan ke Dinas Perhubungan (Dishub).

“Para jukir ini hanya mendapatkan upah dari sisa setoran mereka. Sekitar Rp150 ribu atau lebih tergantung dari banyaknya kendaraan yang parkir,” jelasnya.

Baca juga: Polda Kepri Tertibkan 26 Juru Parkir Liar di Batam

BACA JUGA:  Lagi Pangkas Rambut, Buronan Kasus Limbah Rp1,7 M Diringkus di Barbershop Batam

Selain itu, terdapat dua jenis koordinator dalam sistem parkir: koordinator dari staf Dishub dan koordinator dari “penguasa” titik-titik parkir tertentu. Beban setoran yang ditetapkan oleh pihak kedua inilah yang memberatkan jukir.

Saat dimintai komentar terkait masalah ini, Kepala Dinas Perhubungan Batam, Salim, menyebut ada 637 titik parkir yang dikelola dengan 11 koordinator lapangan dari staf Dishub.

Namun, ia mengaku tidak mengetahui keberadaan “penguasa” titik parkir tersebut.

“Kalau wajib restribusi atau parkir mandiri langsung disetor ke Rekening Operasional Retribusi Dishub setiap bulan,”ujar Salim terkait sistem parkir yang menggunakan QRIS dan juga Parkir Berlangganan.

Dorongan Reformasi dan Penegakan Hukum

Pemerhati pelayanan publik, Try Depae, menyarankan agar Dishub mereformasi pengelolaan perparkiran dengan melibatkan kejaksaan, kepolisian, dan pihak-pihak terkait untuk memastikan transparansi.

BACA JUGA:  Hamas Bebaskan Tiga Sandera Israel dalam Pertukaran Terakhir dengan Palang Merah

“Dana publik seperti ini harus dikelola sesuai prinsip good governance. Kota Batam seharusnya mampu menghasilkan puluhan miliar dari sektor ini,” tegas Try. Dia merujuk pada temuan Ombudsman RI Perwakilan Kepri tentang maladministrasi dalam penyelenggaraan parkir.

Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah, sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 dan PP No. 12 Tahun 2019, menjadi perhatian utama.

Namun, hingga kini, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Batam, Tiyan Andesta, belum memberikan tanggapan signifikan terkait isu ini.

“Silakan datang ke kantor untuk wawancara lebih lanjut,” ujarnya singkat melalui telepon.

Penulis: lcm
Editor: ms