
Telegrapnews.com, Batam – Dunia jurnalistik di Batam dihebohkan dengan dugaan pemerasan yang dilakukan sejumlah oknum wartawan terhadap SMP Negeri 26 Kota Batam. Para oknum tersebut diduga memanfaatkan isu-isu sensitif seperti dana BOS, pembangunan mushola, dan dugaan diskriminasi guru honorer untuk menekan pihak sekolah agar menyerahkan dana hingga Rp 15 juta.
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Batam, M Kavi Anshary, menyatakan, pihaknya langsung turun ke sekolah begitu menerima informasi tersebut. Kunjungan ini dilakukan sebagai bentuk respons organisasi terhadap praktik tidak etis yang mencoreng nama baik profesi wartawan.
“Kami mendapat laporan dari bagian Seksi Pendidikan PWI, bahwa SMPN 26 mendapat tekanan dari sejumlah oknum wartawan. Kami tidak ingin profesi ini dipakai untuk menakut-nakuti atau mencari keuntungan pribadi,” kata Kavi, Senin (19/5/2025).
Kepala SMPN 26, Zefmon Prima Putri, menjelaskan, pihaknya telah beberapa kali didatangi oleh oknum wartawan yang mempertanyakan berbagai hal yang sebenarnya di luar kewenangan mereka. Ketika pihak sekolah tak memenuhi permintaan dana, berita-berita yang tidak akurat mulai beredar dan bahkan viral di media sosial.
“Soal dana BOS sudah diperiksa dinas terkait, pembangunan mushola bukan proyek sekolah tapi inisiatif warga, dan terkait PPPK guru honorer itu murni soal syarat administrasi, bukan diskriminasi,” terang Zefmon.
PWI Batam meyakini bahwa tuduhan yang dimunculkan tidak berdasar dan tidak memenuhi unsur kerja jurnalistik yang etis. Kavi menegaskan bahwa pihaknya akan terus melakukan edukasi ke sekolah-sekolah tentang bagaimana menghadapi wartawan yang tidak profesional.
“Oknum seperti ini sering mengajukan proposal kerja sama, tapi isinya pemerasan terselubung. Jika ditolak, berita negatif keluar. Ini bukan jurnalisme,” tegas Kavi.
Wartawan Bukan Algojo Berkedok Pena
Apa yang terjadi di SMPN 26 Batam hanyalah salah satu dari banyak contoh bagaimana profesi mulia seperti jurnalis bisa disalahgunakan oleh segelintir orang. Modusnya berulang: bawa isu, lalu ancam dengan berita, ujungnya minta “bantuan dana”.
Ini tidak bisa terus dibiarkan.
Jurnalisme sejatinya berpihak pada fakta, publik, dan kebenaran. Jika digunakan sebagai alat intimidasi, maka yang rusak bukan hanya reputasi wartawan, tapi juga kepercayaan masyarakat terhadap media secara keseluruhan.
Langkah cepat PWI Batam patut diapresiasi. Tapi lebih dari itu, sudah saatnya seluruh ekosistem pers—termasuk Dewan Pers dan organisasi profesi lainnya—memperketat standar dan sanksi. UKW harus menjadi syarat mutlak, bukan sekadar formalitas. Dan masyarakat, termasuk sekolah, perlu diberi keberanian untuk menolak dan melawan tekanan dari wartawan abal-abal.
Karena ketika jurnalis menjadi algojo berkedok pena, maka tidak hanya profesi yang mati—demokrasi pun ikut terkubur.
Penulis : Wawan Septian