
Telegrapnews.com, Batam – Warga RW 16 Kampung Tembesi Tower, Sagulung, Batam, sedang dilanda kesedihan mendalam pada Rabu (8/1/2025). Puluhan tahun mereka membangun kehidupan di atas tanah yang kini diklaim milik PT Tanjung Piayu Makmur (TPM).
Pagi itu, suara alat berat yang menghancurkan rumah-rumah mereka menjadi simbol akhir perjuangan yang tak berujung.

Setelah 31 kali dikepung banjir, kini, harapan mereka untuk bertahan di rumah sendiri harus kandas karena penggusuran yang dilakukan oleh tim terpadu Kota Batam.
Sejak pukul 07.30 WIB, sekitar 1.440 orang aparat gabungan mulai membongkar bangunan di kawasan yang sudah menjadi rumah bagi lebih dari 270 keluarga. Di tengah suara mesin dan perdebatan, tangisan dan jeritan protes warga terdengar jelas.
Mereka merasa tidak diberi waktu cukup untuk mencari tempat tinggal sementara, meski telah meminta kepada petugas untuk diberi waktu sehari lagi.
Dapat Izin Prinsip dari Pemko Batam
Ketua RW 16, Fahrudin, menegaskan bahwa mereka memiliki hak atas tanah tersebut, karena sudah ada izin dari Pemko Batam dan dana APBD yang digunakan untuk pembangunan jalan dan fasilitas lain di kawasan itu.

Namun, keputusan PTUN Batam menguatkan klaim PT TPM atas tanah tersebut, yang membuat upaya hukum warga untuk bertahan semakin berat.
Sementara itu, PT TPM menawarkan beberapa opsi kompensasi kepada warga. Diantaranya relokasi ke lahan kavling di Nongsa, rumah siap huni, atau uang tunai.
Hanya sebagian kecil warga yang menerima tawaran tersebut. Sementara lainnya tetap bertahan, berharap ada keadilan yang menguntungkan mereka.
Banjir yang kerap melanda kawasan ini semakin memperburuk keadaan. Beberapa warga bahkan mengalami kerugian hingga puluhan juta rupiah akibat rusaknya barang-barang mereka.
Tak hanya itu, pembangunan kawasan industri yang berdiri di dekat permukiman mereka juga semakin memperburuk kondisi lingkungan sekitar.
Kini, warga RW 16 Tembesi Tower harus berhadapan dengan kenyataan pahit: penggusuran yang tak terelakkan.
Dengan tidak adanya tempat yang pasti untuk mengadu, mereka harus mencari cara untuk memulai kembali hidup mereka. Meski kenangan dan mimpi yang mereka bangun selama ini telah hilang ditelan tanah dan air yang mereka sebut rumah.
Editor: dr