Mangrove Dirusak, Nelayan Merana! Penimbunan Ilegal Hutan Lindung Panaran Batam Diduga Libatkan Perusahaan Raksasa

    Telegrapnews.com, Batam – Aksi penimbunan ilegal di kawasan Hutan Lindung Panaran, Kelurahan Tembesi, Kecamatan Bulang, Batam, Kepulauan Riau, kembali menggemparkan publik. Pada 10 Juli 2025, tim dari Akar Bhumi Indonesia turun langsung ke lokasi untuk memverifikasi laporan masyarakat terkait dugaan perusakan ekosistem mangrove dan pencemaran kawasan pesisir yang berdampak langsung terhadap mata pencaharian para nelayan lokal.

    Penelusuran menemukan bahwa kawasan yang masuk dalam wilayah restorasi mangrove oleh BRGM seluas 60 hektare itu kini rusak akibat aktivitas penimbunan lahan dan penutupan alur sungai. Padahal, lebih dari 60.000 bibit mangrove telah ditanam warga lewat Kelompok Pegiat Mangrove Restu Alam sejak 2023.

    Aktivitas ilegal ini diduga dilakukan oleh PT CT, dengan titik koordinat 1’0035.5 N 104’0015.5 E. Lokasi ini ternyata juga melintasi jalur pipa gas milik PT Transportasi Gas Indonesia (TGI) yang tertimbun tanpa pelindung struktural, sehingga mengancam risiko ledakan besar jika tidak segera ditangani.

    BACA JUGA:  Bandara Hang Nadim Kini Punya Gedung VVIP Modern, Dorong Batam Jadi Kota Kelas Dunia

    “Kami yang menanam mangrove, kami juga yang dirugikan. Penimbunan ini membuat alur sungai tertutup, nelayan sulit melaut. Pendapatan kami turun 80%!,” keluh Amri (47), nelayan sekaligus pegiat mangrove.

    Masedi (43), warga Pulau Air, mengaku terganggu dengan aktivitas penimbunan yang dilakukan secara diam-diam di malam hari.

    “Kami takut penimbunan ini tembus ke laut. Padahal, kami diminta pemerintah tanam mangrove, tapi perusahaan malah timbun seenaknya!”

    Dugaan Pelanggaran Berat

    Menurut data dari Akar Bhumi dan KPHL Unit II Batam, kegiatan ini tidak mengantongi izin penggunaan kawasan hutan dan melanggar sejumlah regulasi penting, di antaranya:

    BACA JUGA:  Viral! Penjual Tisu Beratraksi Kungfu di Batam Mengaku Dianiaya Petugas Dinsos

    1. UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
    2. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
    3. UU No. 27 Tahun 2007 junto UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
    4. PP No. 27 Tahun 2025 tentang Perlindungan Ekosistem Mangrove
    5. PP No. 22 Tahun 2021 dan Perda Kota Batam No. 4 Tahun 2016 tentang Lingkungan Hidup

    Kepala KPHL Unit II Batam, Lamhot Sinaga, S.Hut., M.Si, menyebut bahwa pihaknya telah memberikan surat teguran kepada pelaksana kegiatan sejak 9 Juli 2025.

    Sementara itu, Hendrik Hermawan, Founder Akar Bhumi Indonesia, mengungkap bahwa PT CT telah mengantongi alokasi lahan seluas 55 Ha dan tengah menggarap 12 Ha pertama untuk pembangunan shipyard.

    BACA JUGA:  Nelayan Rempang Menjerit! Laut Terancam Rusak Gara-Gara Proyek Eco City, Anak Cucu Terancam Tak Bisa Melaut!

    “Yang paling mengkhawatirkan adalah pipa gas yang tertimbun. Tidak ada pelindung, dan ini sangat membahayakan masyarakat dan lingkungan,” tegas Hendrik.

    Desakan Penegakan Hukum

    Berdasarkan Pasal 94 UU No. 18 Tahun 2013, pihak yang secara sengaja melakukan perusakan hutan bisa dijerat pidana minimal 8 tahun penjara dan denda hingga Rp100 miliar. Masyarakat dan aktivis mendesak agar aparat penegak hukum bertindak tegas, serta mendorong pemerintah daerah untuk meninjau ulang seluruh izin alokasi lahan di kawasan hutan lindung Panaran.

    “Tolong diganti untung, jangan diganti rugi. Jangan biarkan nelayan terus jadi korban,” ujar Amri dengan nada kecewa.

    Penulis: lcm