Penganiayaan Dj First Club Batam oleh Empat WNA Vietnam Menyimpan banyak Misteri

Penganiayaan Dj First Club Batam oleh Empat WNA Vietnam Menyimpan banyak Misteri
Sejak kehadiran First Club di Batam, banyak masalah terjadi di sana (ilustrasi)

Telegrapnews.com, Batam – Suasana malam di kawasan hiburan Batam kembali tercoreng. Insiden dugaan pengeroyokan yang terjadi di First Club melibatkan empat warga negara asing (WNA) asal Vietnam dan seorang DJ lokal bernama Stevani.

Peristiwa ini bukan hanya soal kekerasan fisik, tetapi membuka tabir dugaan pelanggaran yang lebih luas: mulai dari penyalahgunaan visa, status pekerja asing ilegal, hingga potensi pembiaran oleh otoritas terkait.

Hingga kini, dua dari empat pelaku telah berhasil ditangkap. Seorang lainnya diklaim tidak terbukti terlibat, sementara satu pelaku lagi masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

Namun, kasus ini berkembang liar. Tak hanya menjadi urusan kriminal biasa, tetapi juga menyisakan tanda tanya besar seputar pengawasan terhadap aktivitas warga asing di tempat hiburan malam.

Konflik di Balik Lantai Dansa

Informasi yang dihimpun dari narasumber internal menyebutkan bahwa para WNA asal Vietnam tersebut bukanlah sekadar pengunjung, melainkan pekerja tetap sebagai Ladies Companion (LC). DJ Stevani yang menjadi korban juga disebut bekerja di tempat yang sama.

BACA JUGA:  JPU Tuntut 5 Tahun Penjara Wakil Ketua Peradi Batam Ahmad Rustam Ritonga

Namun pernyataan dari pihak manajemen First Club justru berbeda. Dalam keterangan singkatnya, mereka menegaskan bahwa para WNA tersebut hanyalah pengunjung, bukan bagian dari struktur pekerja atau karyawan.

Pernyataan ini memunculkan reaksi keras dari sejumlah pihak, salah satunya datang dari Ketua Umum Perkumpulan Pemuda Peduli Wilayah Batam (P4WB), Akhiruddin Syah Putba.

“Jika mereka hanya pengunjung, kenapa bisa hadir setiap malam dan berinteraksi dalam lingkup kerja hiburan? Ini bukan klaim sepihak, tetapi informasi yang muncul dari dalam lingkungan tempat itu sendiri,” ujarnya, Senin (9/6/2025).

Manajemen Bungkam, Karyawan Disuruh Diam

Akhiruddin menyebut ada aroma ketertutupan yang sengaja dibangun oleh manajemen First Club. Beberapa jurnalis lokal mengaku kesulitan mendapatkan konfirmasi atau akses informasi terkait insiden tersebut. Sementara di internal, para karyawan disebut diminta untuk tidak memberikan keterangan apa pun kepada media.

BACA JUGA:  Ini Loh Penyebab Cahaya Lampu Mobil Kurang Terang

“Ini menimbulkan dugaan kuat bahwa ada upaya menutupi sesuatu. Bahkan informasi kecil pun seperti visa para pelaku, status tempat tinggal, hingga siapa yang membawa mereka ke Batam, semua samar,” ujarnya.

Pengawasan yang Dipertanyakan

Insiden ini juga menyeret otoritas keimigrasian dan kepolisian dalam sorotan. Pasalnya, jika benar para WNA bekerja tanpa izin resmi, maka patut dipertanyakan sejauh mana pengawasan selama ini dilakukan.

“Pertanyaan mendasarnya adalah: mereka datang ke Batam menggunakan visa apa? Apakah visa kerja atau kunjungan? Siapa yang bertanggung jawab atas kehadiran mereka?” kata Akhiruddin.

P4WB mendesak agar pihak Imigrasi dan Kepolisian segera membuka data dan menyelidiki apakah ada dugaan praktik perdagangan manusia terselubung, penyalahgunaan visa, hingga pelanggaran aturan ketenagakerjaan.

Pelaku Buron dan Dugaan Perlindungan

Salah satu dari empat pelaku hingga kini masih buron. Akhiruddin mengaku menduga ada pihak yang melindungi pelaku tersebut dari proses hukum.

BACA JUGA:  Hipertensi Penyakit Paling Banyak Diderita Warga Batam, Dinkes Imbau Gaya Hidup Sehat

“Kami meyakini pelaku yang masih DPO tidak berdiri sendiri. Ada yang melindungi atau menyembunyikannya. Oleh karena itu, kami mendorong kepolisian untuk segera mengajukan bantuan Interpol,” tegasnya.

Ia memastikan bahwa P4WB siap memberikan data dan informasi yang mereka miliki guna mendukung penegakan hukum secara utuh.

Dukungan Investasi, Tapi Jangan Abaikan Hukum

Sebagai penutup, Akhiruddin mengingatkan bahwa P4WB tidak anti terhadap investasi asing. Namun, ia menegaskan bahwa investasi dan hukum harus berjalan seimbang.

“Kita mendukung iklim usaha dan investasi yang sehat. Tapi hukum tidak boleh dikalahkan oleh kepentingan bisnis. Ini bukan semata soal kekerasan di tempat hiburan, tapi soal bagaimana negara menegakkan martabat warga dan kewibawaan hukum di wilayahnya sendiri,” pungkasnya.

Penulis : Wawan septian