More

    Perintah KLH, PT Esun Batam Wajib Re-ekspor 48 Kontainer


    TelegrapNews.com, Batam – Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) secara resmi memerintahkan pimpinan PT Esun Internasional Utama Indonesia untuk melakukan re-ekspor kontainer berisi limbah elektronik yang masuk ke wilayah Indonesia melalui Batam.

    Seperti diketahui, PT Esun Internasional Utama Indonesia memiliki  780 kontainer berisi limbah elektronik dalam bentuk utuh maupun potongan di pelabuhan Batu Ampar Kota Batam.

    Perintah tersebut tertuang dalam surat Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup bernomor P.223/I/GKM.2.1/12/2025 tertanggal 12 Desember 2025, bersifat penting, dan ditandatangani oleh Irjen Pol. Rizal Irawan, S.I.K., M.H.

    Surat tersebut merujuk pada surat Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH kepada Menteri Keuangan bernomor R.1369/A/GKM.2.1/10/2025 tanggal 27 Oktober 2025 perihal permohonan tindakan re-ekspor dan/atau return on board terhadap kontainer berisi limbah elektronik.

    Dalam surat tersebut dijelaskan, KLH/BPLH menerima informasi dari Basel Action Network (BAN) melalui PTRI Jenewa Nomor R-0071/Jenewa/250918 terkait dugaan masuknya limbah elektronik (e-waste) ke Indonesia melalui Batam yang diduga melanggar ketentuan Konvensi Basel.

    Hasil pertemuan antara KLH/BPLH dengan KPU Bea dan Cukai Batam pada 29 November 2025 di Pelabuhan Batu Ampar mengungkapkan adanya 780 kontainer berisi limbah elektronik dalam bentuk utuh maupun potongan.

    BACA JUGA:  Insiden Listrik Padam di RSBP Batam, Pemeriksaan Kesehatan Paslon Pilkada Sempat Tertunda

    Selanjutnya, berdasarkan Surat Plt. Direktur Pengelolaan Limbah B3 dan Non-B3 Nomor S.4572/G.4/PK/PLB.5.3/B/10/2025 tertanggal 1 Oktober 2025, hasil identifikasi menyatakan bahwa muatan tersebut merupakan limbah B3 jenis limbah elektronik (B107d) serta limbah terkontaminasi B3 (B108d).

    Pemeriksaan fisik terhadap kontainer di Terminal Petikemas Batu Ampar telah dilakukan dalam beberapa tahap, antara lain:

    30 September 2025, pemeriksaan terhadap 18 kontainer oleh KLH/BPLH bersama Bea Cukai Batam.

    2 Oktober 2025, pemeriksaan 26 kontainer milik PT Esun Internasional Utama Indonesia, PT Logam Internasional Jaya, dan PT Batam Battery Recycle Industries yang berisi limbah elektronik seperti potongan kabel, charger, peralatan komputer, printer, router, mesin fotokopi, hingga televisi dalam kondisi rusak.

    30 November 2025, pemeriksaan lanjutan terhadap 4 kontainer yang sebelumnya telah diperiksa, berisi scrap elektronik, printer, speaker, rice cooker, hard disk, modem, printed circuit board, amplifier, solar panel, dan mesin fotokopi dalam kondisi rusak dan tidak utuh.

    Berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen Bill of Lading (B/L), seluruh muatan tersebut disimpulkan sebagai barang elektronik yang dikategorikan limbah.

    Dari total 48 kontainer yang telah dilakukan pemeriksaan,  KLH/BPLH mewajibkan perusahaan melakukan re-ekspor terhadap kontainer berisi limbah elektronik dalam waktu paling lama 30 hari sejak surat diterbitkan.

    BACA JUGA:  Rempang Eco City Tak Masuk Daftar PSN Prabowo, Ini Tanggapan Kepala BP Batam Amsakar Achmad

    “Proses penegakan hukum lebih lanjut akan ditempuh apabila rekomendasi re-ekspor ini tidak ditaati,” tegas KLH/BPLH dalam surat tersebut.

    PT Esun Tegaskan Barang Bukan Limbah B3, Melainkan Bahan Baku

    Sebelumnya, Ratusan kontainer berisi barang elektronik dalam keadaan tidak baru yang tertahan di Pelabuhan Batuampar terus menjadi polemik besar di Batam. Isu dugaan kontaminasi limbah berbahaya dan beracun (B3) menciptakan ketidakpastian yang berkepanjangan bagi pelaku industri dan publik.

    Di antara perusahaan yang terlibat, PT Esun menjadi pihak yang paling aktif memberikan penjelasan. Kepala Biro Hukum PT Esun, Andri, menyatakan bahwa banyak informasi yang berkembang di publik tidak tepat dan menimbulkan persepsi keliru.

    Menurutnya, barang elektronik yang mereka impor belum terbukti sebagai limbah B3, melainkan bahan baku industri sebagaimana diatur dalam Permenperin No. 16/2021, yang memasukkan barang mentah, barang setengah jadi, hingga barang dalam kondisi tidak baru yang masih bisa diolah ulang sebagai bahan baku bernilai ekonomi.

    “Terlalu cepat menyebutnya limbah. Padahal secara definisi, barang ini merupakan bahan baku industri, bukan limbah elektronik,” ujar Andri dalam keterangan pers rabu (10/12/2025).

    BACA JUGA:  Tragedi di Pantai Bahagia Nongsa: Tim SAR Temukan Pemancing yang Hilang dalam Kondisi Meninggal

    Ia mengutip pendapat ahli limbah B3 yang tegas membedakan antara limbah elektronik dan barang elektronik tidak baru yang masih dapat diolah.

    Menjawab kekhawatiran publik, PT Esun menegaskan bahwa seluruh material yang diolah tidak pernah dibuang sembarangan. Perusahaan rutin melakukan pemantauan kualitas udara, air limbah domestik, dan limbah padat bersama Laboratorium Sucofindo setiap enam bulan.

    “Hasil pengujian tidak menunjukkan adanya parameter yang melampaui baku mutu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” kata Andri.

    Ia menegaskan, barang yang masuk selalu diolah kembali hingga menjadi produk ekspor bernilai ekonomi.

    PT Esun mengingatkan bahwa polemik berlarut dapat memicu gejolak sosial baru. Industri pengolahan elektronik bekas di Batam menyerap lebih dari 2.000 tenaga kerja, sebagian besar warga lokal.

    “Jika kegiatan ini dihentikan tiba-tiba tanpa dasar ilmiah, potensi gelombang pengangguran terbuka lebar,” ujar Andri.

    Perusahaan menegaskan telah memiliki izin dari BP Batam sejak 2017, yang disebut diterbitkan setelah melalui kajian mendalam. Dalam rantai perizinan, Bea Cukai Batam secara konsisten mengeluarkan SPPB karena barang diklasifikasikan sebagai bahan baku industri.




    Baca berita lainnya

    Leave a reply

    Silakan masukkan komentar anda!
    Silakan masukkan nama Anda di sini