Telegrapnews.com, Batam – Tindakan patroli kapal SPCG (Singapore Coast Guard) terhadap nelayan Batam pada 24 Desember 2024, menambah ketidaknyamanan di kalangan komunitas nelayan setempat. Mereka merasa terancam dan diintimidasi meski sedang mencari ikan di perairan yang dianggap sebagai wilayah tradisional Indonesia.
Jemisan, Ketua Nelayan Pulau Terong, menyampaikan kekecewaannya atas tindakan kapal patroli SPCG yang diduga membuat gelombang besar dengan bermanuver dekat perahu nelayan.
Akibatnya, nelayan Mahade jatuh ke laut dan nyaris kehilangan nyawa.
“Kami dituduh melanggar batas perairan Singapura, padahal kami merasa masih berada di wilayah Indonesia,” ujar Jemisan.
Keberadaan patroli asing di wilayah tersebut menyebabkan ketakutan di kalangan nelayan lokal. Mereka khawatir hal serupa bisa terulang, menurunkan jumlah nelayan yang berani melaut.
Insiden ini juga memicu kembali pertanyaan tentang kejelasan batas perairan antara Indonesia dan Singapura.
Bakamla RI, yang telah mendatangi Pulau Terong pada 29 Desember 2024, untuk menggali informasi lebih lanjut dari nelayan yang terlibat. Mereka berkomitmen untuk memberikan perlindungan kepada nelayan dan mencegah kejadian serupa.
“Kami akan bekerja sama dengan instansi terkait dan melakukan dialog diplomatik untuk menyelesaikan masalah ini,” kata Letda Ryan Widiono, komandan KN Pulau Dana-323 Bakamla RI.
Bakamla RI juga mengingatkan pentingnya penyuluhan mengenai batas-batas perairan kepada nelayan, untuk menghindari potensi konflik di masa depan.
Namun, nelayan setempat mendesak pemerintah untuk segera mengajukan protes resmi kepada Singapura, guna memberikan efek jera terhadap tindakan yang membahayakan keselamatan mereka.
“Kami berharap ada tindakan tegas terhadap SPCG agar kejadian ini tidak terulang,” tambah Jemisan.
Editor: dr