Telegrapnews.com, Batam – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengonfirmasi bahwa pemimpin tertinggi Hamas, Yahya Sinwar, gugur dalam pertempuran dengan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di Jalur Gaza, Rabu (16/10/2024). Meski demikian, sejumlah pihak percaya bahwa kematian Sinwar tidak akan menghentikan perlawanan Palestina.
Roxane Farmanfarmaian, dosen hubungan internasional Timur Tengah di Universitas Cambridge, menyatakan kepada Aljazirah bahwa penerus Sinwar kemungkinan akan lebih “garis keras” dalam perjuangan melawan Israel.
Ia juga menambahkan bahwa figur seperti Khaled Meshaal, mantan kepala direktorat politik Hamas, mungkin akan lebih menonjol sebagai sosok yang pragmatis dan negosiator.
“Karena Hamas telah kehilangan pemimpin militernya, kemungkinan besar mereka akan menunjuk sosok militer lainnya untuk melanjutkan perjuangan,” ujar Farmanfarmaian. “Perjuangan belum berakhir.”
Di Gaza, berita kematian Sinwar diterima dengan campuran perasaan duka dan kebanggaan. Banyak yang merasa bahwa kematiannya tidak akan menghentikan konflik.
“Sinwar adalah satu-satunya pemimpin yang berani menolak Israel, tetapi kematiannya tidak akan menghentikan perang,” ujar Hamza al-Kurd, pengungsi di kamp darurat Deir el-Balah.
Salah Musleh, warga Gaza lainnya, menegaskan bahwa Sinwar merupakan sosok yang dihormati dan berjuang untuk rakyatnya.
“Dia adalah ayah yang peduli bagi kami. Kematian Sinwar tidak akan menghentikan perang ini, karena ini adalah perang bagi eksistensi Palestina,” ujarnya.
Di tengah kesedihan, beberapa warga Palestina berharap bahwa pengorbanan Sinwar tidak akan sia-sia.
“Saya berharap kematian Sinwar akan mengakhiri perang dan penderitaan kami,” kata Rasmiya Khalil, pengungsi yang kini tinggal di Rumah Sakit Al-Aqsa Syuhada di Gaza.
Tentang Yahya Sinwar
Yahya Sinwar dikenal sebagai pemimpin militer yang berjasa dalam pembentukan Brigade Izzuddin al-Qassam, sayap militer Hamas. Sebelumnya, ia menggantikan Ismail Haniyeh, yang juga tewas oleh serangan Israel pada Juli tahun ini.
Mohamad Elmasry, dari Doha Institute for Graduate Studies, menekankan bahwa siklus kekerasan ini tidak akan berhenti tanpa mengatasi akar penyebab konflik.
“Kekerasan hanya akan melahirkan lebih banyak kekerasan. Genosida ini akan memperkuat perlawanan,” ujar Elmasry kepada Aljazirah.
Meski mengalami kerugian, Hamas dikabarkan telah merekrut ribuan anggota baru sejak perang dimulai. Ini menunjukkan bahwa perlawanan Palestina masih jauh dari selesai.
Sumber: republika
Editor: denni risman