Telegrapnews, Tanjungpinang – Dalam rangka memperingati Hari Lahir Kejaksaan Republik Indonesia (RI) ke-80 Tahun 2025, Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) bersama Universitas Riau Kepulauan (UNRIKA) menggelar Seminar Ilmiah bertema “Optimalisasi Pendekatan Follow the Asset dan Follow the Money melalui Deferred Prosecution Agreement dalam Penanganan Perkara Pidana” di Aula Sasana Baharuddin Lopa, Tanjungpinang, Selasa (26/8/2025).
Acara ini menghadirkan Kajati Kepri J. Devy Sodarso sebagai keynote speaker, serta narasumber utama seperti Ketua Pengadilan Tinggi Kepri H. Ahmad Shalihin, Wakajati Kepri Irene Putrie, dan Kaprodi Magister Hukum UNRIKA Dr. Alwan Hadiyanto.
Seminar diikuti lebih dari 250 peserta dari kalangan ASN, jaksa, hakim, advokat, mahasiswa, hingga puluhan jurnalis.
Kajati Kepri: Hukum Modern Harus Pulihkan Kerugian Negara
Dalam pidatonya, Kajati Kepri menegaskan bahwa paradigma hukum modern tak boleh hanya fokus menghukum pelaku, tetapi juga wajib menelusuri aliran dana dan aset hasil kejahatan.
“Follow the Asset dan Follow the Money menjadi instrumen penting agar korupsi dan kejahatan ekonomi tidak hanya berhenti di pelaku, tetapi juga menyasar aset serta jaringan kejahatan. Deferred Prosecution Agreement (DPA) hadir bukan untuk impunitas, tapi demi pemulihan keuangan negara dan mencegah kejahatan berulang,” tegasnya.

Apa Itu DPA?
Deferred Prosecution Agreement (DPA) merupakan mekanisme alternatif penanganan perkara pidana yang memungkinkan penundaan penuntutan dengan syarat tertentu, misalnya pengembalian aset negara, perbaikan tata kelola, hingga komitmen tidak mengulangi kejahatan.
Ketua Pengadilan Tinggi Kepri, Ahmad Shalihin, menekankan bahwa konsep DPA sejalan dengan restorative justice namun lebih spesifik untuk kasus korupsi dan tindak pidana ekonomi.
“DPA mampu memulihkan kerugian negara sekaligus menjaga keberlangsungan korporasi agar tidak bangkrut atau kehilangan reputasi,” jelasnya.
Perspektif Internasional
Wakajati Kepri, Irene Putrie, menyoroti kerugian negara akibat kejahatan lintas sektor seperti korupsi, narkotika, perpajakan, perbankan, hingga kejahatan siber.
Ia mencontohkan kasus global seperti Alstom, Innospec, hingga Garuda Indonesia yang membuktikan pentingnya kerja sama internasional melalui Mutual Legal Assistance (MLA) dan mekanisme repatriasi aset.
Sementara itu, akademisi UNRIKA, Dr. Alwan Hadiyanto, menegaskan bahwa penerapan DPA di Indonesia selaras dengan nilai Pancasila dan komitmen internasional UNCAC 2003.
“Pendekatan ini bukan sekadar menghukum, tetapi juga mengukur efektivitas hukum dari sisi manfaat: pemulihan kerugian negara, kepastian hukum, dan keadilan sosial,” ujarnya.
Antusias Peserta
Seminar ini berlangsung interaktif dengan sesi tanya jawab yang ramai. Turut hadir perwakilan Forkopimda, pejabat instansi vertikal di Kepri, akademisi dari berbagai universitas, serta pegawai Kejaksaan Negeri se-Kepri yang juga mengikuti secara daring.
Dengan tema besar ini, Kejati Kepri berharap seminar ilmiah dapat melahirkan gagasan inovatif dan rekomendasi kebijakan aplikatif demi memperkuat sistem hukum Indonesia menuju Indonesia Emas 2045.
Penulis: lcm