
Telegrapnews.com, Batam – Sejumlah organisasi masyarakat (ormas) Melayu di Kota Batam mengecam tindakan Polresta Barelang yang mencatut nama mereka dalam siaran pers terkait silaturahmi dan audiensi membahas perkembangan penanganan bentrokan di Sembulang Hulu.
Dalam siaran pers berjudul “Kapolresta Barelang Gelar Audiensi dengan Tokoh Melayu Bahas Perkembangan Penanganan Bentrokan di Sembulang Hulu”, Polresta menyebut beberapa ormas hadir dalam acara tersebut dan mendukung proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City.
Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Kota Batam, Raja Muhammad Amin, menegaskan pihaknya memang diundang, tetapi memutuskan untuk tidak hadir.
“Kami berlaku adil. Saat diundang Polda Kepri untuk menyatukan persepsi terkait proyek ini, kami juga tidak hadir,” ujar Raja pada Jumat sore, 31 Januari 2025.
Raja membantah kehadiran LAM dalam pertemuan tersebut dan mengecam pencatutan nama organisasinya dalam siaran pers Polresta Barelang.
“Kami kaget melihat nama kami disebut hadir dalam rilis resmi. Ini tidak benar dan perlu diklarifikasi,” tegasnya.
LAM Batam Minta Status Tersangka Warga Dicabut
Raja juga menegaskan bahwa LAM tetap mendukung perjuangan masyarakat Rempang yang menolak PSN dan meminta agar Polresta Barelang mencabut status tersangka terhadap warga Rempang yang mempertahankan hak mereka.
“Kami desak penetapan tersangka dibatalkan demi hukum dan HAM,” ujar Raja.
Hal serupa disampaikan Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu (Amar GB). Ketua Amar GB, Ishaka, menyatakan pencatutan nama organisasinya merugikan perjuangan mereka yang menolak penggusuran akibat proyek PSN.
“Kami mendesak Polresta Barelang mengungkap fakta terkait penyerangan 18 Desember 2024 yang melukai delapan warga. Saat ini, hanya dua pekerja PT MEG yang ditetapkan sebagai tersangka. Sementara banyak aktor lain yang belum tersentuh,” katanya seperti dilansir tempo.
Konflik terkait PSN Rempang Eco City terus berlanjut hingga saat ini. Warga tetap menolak digusur. Sementara pemerintah bersama pengembang tetap memaksa untuk merelokasi warga.
Insiden penyerangan pada 18 Desember 2024 menjadi puncak dari ketegangan antara masyarakat dan perusahaan pengembang. Dalam peristiwa itu beberapa orang ditetapkan sebagai tersangka, salah satunya seorang wanita lansia berusia 67 tahun, Siti Hawa alias Nenek Awe.
Editor: dr