Forum Intelektual Wartawan Mendadak Rusuh! Ketua PWI Batam Dikeroyok Preman Mengaku Wartawan

Telegrapnews.com, Batam – Sebuah forum yang mestinya menjadi ruang intelektual untuk klarifikasi dan edukasi profesi wartawan justru berubah menjadi panggung kekerasan.

Di tengah sorotan publik terhadap maraknya atribut pers, o ketua organisasi wartawan justru menjadi korban pengeroyokan—hanya karena menyuarakan satu hal: pentingnya sertifikasi.

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Batam, M Khafi Ashary, dianiaya saat menyampaikan materi seputar Uji Kompetensi Wartawan (UKW) dalam forum bertajuk “Klarifikasi Pers” di Ballroom Lavender, Swiss-Belhotel Harbour Bay, Sabtu (14/6/2025).

Khafi dalam forum itu menegaskan, bahwa wartawan sejati tidak takut dengan sertifikasi. Sebaliknya, yang menolak disertifikasi perlu ditelisik kembali niat dan etikanya.

“Tanpa sertifikasi, aktivitas jurnalistik bisa menjadi topeng bagi pemerasan. Ini bentuk premanisme berkedok wartawan,” tegas Khafi di depan peserta.

BACA JUGA:  Tim Paslon Nuryanto-Hardi Laporkan KPU Batam ke Bawaslu Terkait Pembatalan Debat Putaran Kedua

Pernyataan itu langsung menyulut amarah. Ricuh pun pecah. Rekaman video yang kini viral memperlihatkan Khafi diserang secara fisik oleh beberapa peserta. Ia sempat dievakuasi oleh anggota Intelkam Polsek Batu Ampar, namun sempat dipukuli saat berusaha keluar ruangan. Seorang anggota PWI lain, Faisal, bahkan mengalami cedera saat mencoba melindungi Khafi.

Kekerasan yang Membungkam Etika

Ironi mencuat dari forum yang semula berniat membahas “Wartawan Bukan Preman” namun justru mempertontonkan kekerasan fisik, ancaman, dan pembungkaman gagasan. Di mana posisi etik jurnalistik ketika perbedaan pendapat dibalas dengan pukulan?

“Ini bukan diskusi. Ini bentuk intimidasi terhadap integritas profesi,” kata Khafi dalam pernyataan resmi.

BACA JUGA:  Proyek Buffer Zone BP Batam Sebabkan Kemacetan, Warga dan Pemilik Ruko Protes

“Kami tidak akan mundur. PWI Batam akan berdiri melawan segala bentuk kekerasan dan premanisme yang mencoreng marwah pers.”

Khafi menyebut insiden ini sebagai bukti nyata kekhawatiran dunia pendidikan yang selama ini mengeluhkan intimidasi dari oknum yang mengaku wartawan.

Selama periode PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru), banyak sekolah merasa ditekan untuk memberikan akses, informasi, bahkan “uang pelicin” atas nama liputan.

“Peristiwa ini mengonfirmasi bahwa premanisme yang dibungkus identitas pers adalah masalah serius,” tambah Khafi.

“Dan ini bukan lagi soal opini, tapi ancaman nyata yang dialami guru, kepala sekolah, dan kini wartawan sendiri.”

BACA JUGA:  Pemerintah Kota Batam Belum Juga Serius Atasi Persoalan Sampah

Sertifikasi: Pengaman atau Ancaman?

Dewan Pers melalui Peraturan Nomor 1 Tahun 2010 telah menegaskan bahwa UKW adalah mekanisme legal untuk memastikan wartawan memiliki kompetensi dan tanggung jawab etik. Namun hingga kini, masih banyak yang menolak atau menghindarinya—dengan dalih kebebasan pers.

Pertanyaannya: apakah benar UKW membatasi kebebasan? Ataukah justru menjadi filter agar profesi wartawan tak dijalankan oleh mereka yang mengandalkan intimidasi?

PWI Batam memastikan akan menempuh jalur hukum terhadap insiden ini. Sementara publik kini menyaksikan, bagaimana satu kalimat soal integritas bisa memancing kekerasan dalam dunia yang seharusnya menjunjung tinggi fakta dan kebebasan berpikir.

Penulis : Wawan septian