
Telegrapnews.com,Batam – Hamparan tanah merah yang mengandung bauksit selebar kurang lebih 8 meter dengan panjang kurang lebih 50 meter yang menjorok kelaut terlihat jelas merupakan hasil reklamasi. Dia membelah ekosistim hutan mangrove yang berada di Tanjung Piayu Laut.
Alhasil ekosistim hutan mangrove yang tadinya menyatu kini terbelah. Sehingga membentuk sisi kiri dan sisi kanan.
Belum diketahui dengan pasti, jumlah kerapatan hutan mangrove yang mati akibat penimbunanan yang dilakukan oleh perusahan pengembang PT Satria Utama Adhinarendra. Perusahaan ini mendapatkan alokasi lahan dari Badan Pengusahaan (BP) Batam 31 Oktober 2024 lalu.
Baca juga: HNSI Batam Hentikan Aktivitas Penimbunan Hutan Bakau Piayu Laut
Menyikapi hal ini, founder Akar Bhumi Indonesia sebuah lembaga yang konsentrasi terhadap kelestarian lingkungan yang dikomandoi Hendrik Hermawan pun meradang tatkala dirinya mengetahui hutan mangrove (bakau) Piayu Laut dirambah pengembang yang mendapatkan alokasi lahan dari Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Lembaga yang cukup lama dan konsisten di bidang pelestarian lingkungan ini menyesalkan tindakan pelaku usaha . Mereka melakukan aktivitas penimbunan hutan bakau tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan. Semestinya ada ruang laut yang menjadi perhatian khusus, baik itu pengembang ataupun pemerintah sebagai pemegang otoritas kebijakan.
Pantauan di Lokasi
“Hasil kunjungan kami ke lokasi, aktivitas pengembang yang melakukan aktivitas penimbungan hutan bakau Piayu Laut sangat luar biasa. Seolah-olah negara ini tidak memiliki aparat hukum sebagai pemegang otoritas pengawasan. Bisa dibayangkan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas ini,” ujar Hendrik menjawab telegrapnews.com Rabu (30/10/2024).
Baca juga: KPPU Mulai Selidiki Dugaan Persekongkolan Tender Pelabuhan Ferry Batam Center di BP Batam
Ditambahkannya, BP Batam selaku pemberi alokasi lahan seharusnya tidak bisa lepas tangan begitu saja setelah mengalokasi lahan kepada pelaku usaha.
Jika dilihat dari keseluruhan lahan yang dialokasikan dipastikan hutan mangrove bukanlah bagian yang masuk alokasi. Jika pun masuk seharusnya BP Batam tidak serta merta mengalokasikannya, mengingat pentingnya peranan hutan mangrove saat ini.

“Ini bukan tahun ‘70-an, ini 2024. Zaman sudah tidak seperti dulu. Ketidakpedulian BP Batam dalam hal ini menunjukkan rendahnya perhatian BP Batam dalam menjaga kelestarian lingkungan. Padahal sebagai perpanjangan tangan pemerintah yang diberikan kewenangan dalam pengelolaan lahan diwajibkan menjaga kelestarian lingkungan,” terangnya.
Tidak tanggung-tanggung Akar Bhumi Indonesia akan segera melaporkan aktivitas penimbunan hutan mangrove oleh pengembang ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Kendati saat ini kementerian sudah dipecah, Akar Bhumi Indonesia masih menggunakan istilah KLHK. Kami akan melaporkan aktivitas pengembang yang melakukan penimbunan hutan mangvore di Piayu Laut. Kami pastikan sampai ke meja Menteri dan Komisi VII untuk dilakukan penindakan,” tegasnya
Data yang berhasil diperoleh, diketahui PT Satria Utama Adhinarendra merupakan perusahaan yang mendapatkan alokasi lahan dari BP Batam seluas 75.025 meter persegi. Hal ini sesuai dengan Gambar Penetapan Lokasi Nomor 223070952 dengan Peruntukan Pariwitasa, Wilayah Pengembangan Pantai Timur, Sub Wilayah Tanjung Piayu, Lokasi Sei Beduk-Tanjung Piayau dengan garis pantai 880 meter.
Penulis:lcm