Telegrapnews -Suara Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba, terdakwa pencemaran lingkungan yang juga kapten MT 114 tampak bergetar kala dirinya mendapatkan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri atas tuntutan jaksa terhadap dirinya Pengadilan Negeri (PN) Batam Kamis 6 Juni 2024.
Hampir satu tahun perkara ini bergulir, pria berkewarganegaraan Mesir ini akhirnya berkesempatan menyampaikan apa yang ada dihatinya. Sebagai warga negara asing yang tidak memahami hukum yang berlaku di Indonesia dia sempat kebingungan kemana apa yang harus diperbuatnya dan kemana harus mengadu. Dengan suara tertatih, ia menyampaikan apa yang dialaminya saat menjalani pemeriksaan oleh penyidik Direktorat Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Para penyidik KLHK menolak untuk menyediakan terjemahan hasil penyelidikan ke dalam bahasa Inggris atau Arab. Akibatnya, saya terpaksa menandatangani dokumen dalam bahasa Indonesia, meskipun saya kurang memahami bahasa tersebut. Kendala bahasa ini sangat merugikan saya dalam proses hukum ini,” ujar Mahmoud yang didampingi penterjemah.
Ia menjelaskan, selama bulan September, Kedutaan Besar (Kedubes) Mesir mencoba menghubungi dirinya untuk memverifikasi keakuratan data dirinya dengan penyidik KLHK. Penyidik KLHK dengan sengaja menghapus surat permintaan informasi pribadi tentang dirinya kepada Kedubes Mesir yang merupakan bagian dari berkas perkara ini. Penghapusan yang disengaja ini menurut Mahmoud telah merusak integritas dan keadilan perkara ini secara signifikan.
“Para penyidik KLHK dengan sengaja menolak permintaan Kedubes Mesir, mereka dengan sengaja tidak memasukkan keterangan tentang jati diri saya yang sebenarnya, ke dalam berkas dan ini sangat merugikan saya,” ujarnya.
Intimidasi juga dialaminya, pada Oktober 2023, dirinya meminta izin kepada penyidik KLHK melalui agen kapal untuk sementara meninggalkan kapal karena mendapat iancaman dari orang yang mengaku sebagai pemilik kapal. Sayangnya, permintaan ini ditolak tanpa alasan jelas dan diancam oleh penyidik KLHK bahwa jika terus meminta izin
meninggalkan kapal dia akan dijebloskan ke penjara.
“Intimidasi dan ancaman terjadi pada diri saya Yang Mulia Hakim, hal itu bermula dari sikap KLHK yang memberikan kemudahan kepada pengacara yang mengaku perwakilan pemilik kapal,” terangnya.
Ia menjelaskan, pada sidang sebelumnya, jaksa telah diminta secara resmi untuk segera memeriksa Perekam Data Perjalanan (VDR) kapal sebab dari sana akan diketahui dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi pada saat kapal diamankan hingga dibawa ke Batam. Namun, permintaan ini diabaikan. Menurutnya VDR ini sangat penting karena berisi rekaman audio dan video dari kokpit kapal. Jika data dari perangkat ini diekstraksi, dapat membantu untuk membuktikan fakta yang terjadi di kapal.
“Para Hakim Yang Mulia, saya memohon untuk mempertimbangkan situasi saya dengan penuh belas kasihan. Sepanjang hidup saya, saya tidak pernah berbuat kriminal apapun. Kenangan akan adik perempuan saya, yang meninggal dunia beberapa bulan lalu sebelum saya sempat mengucapkan selamat tinggal padanya semakin menambah besarnya kesedihan ini. Dengan kerendahan hati, saya memohon kepada majelis hakim untuk membebaskan saya dari segala tuduhan, dan membantu saya kumpul kembali bersama keluarga saya,” ujarnya lirih.
Majelis Hakim yang diketuai Sapri Tarigan, didampingi anggota Douglas dan Setyaningsih saat mendengarkan pembelaan ini tampak tertegun dengan pembelaan terdakwa. Usai membacakan pembelaan, sidang akan dilanjutkan dengan tanggapan JPU atas pembelaan terdakwa pada Kamis depan.
“Sidang kita lanjutkan Kamis depan,” ujarnya menutup sidang. (*)