
Telegrapnews.com, Washington – Ketegangan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali memanas setelah Presiden AS Donald Trump resmi menaikkan tarif impor terhadap produk-produk asal China hingga 245 persen. Kebijakan ini diumumkan Rabu (16/4/2025) oleh Gedung Putih sebagai respons atas langkah balasan dari pihak China.
Kenaikan tarif ini dilakukan di tengah kebijakan penundaan tarif impor terhadap 75 negara lain selama 90 hari. Namun, penundaan tersebut tidak berlaku untuk China.
“Lebih dari 75 negara telah menghubungi untuk membahas kesepakatan perdagangan baru. Akibatnya, tarif yang lebih tinggi secara individual saat ini dihentikan sementara di tengah diskusi ini, kecuali untuk China, yang melakukan tindakan balasan,” tulis keterangan resmi dari Gedung Putih.
“China sekarang menghadapi tarif hingga 245 persen atas impor ke Amerika Serikat sebagai akibat dari tindakan balasannya,” tambah pernyataan tersebut.
Sebagai bentuk respons atas tindakan AS, Pemerintah China juga melakukan langkah serupa dengan menaikkan tarif impor terhadap seluruh produk asal Amerika Serikat, dari 84 persen menjadi 125 persen.
“Jika Amerika Serikat terus memberlakukan tambahan tarif terhadap barang-barang ekspor dari China ke AS, China akan mengabaikannya,” tulis Kementerian Keuangan China dalam pernyataan resmi dari Beijing, dikutip dari Breaking News Reuters, Jumat (11/4/2025).
Dalam pernyataannya, Kementerian Keuangan China menyebut bahwa tindakan AS secara serius melanggar aturan perdagangan internasional, prinsip ekonomi, dan akal sehat perdagangan global.
“Penerapan tarif yang sangat tinggi oleh AS terhadap China secara serius melanggar aturan perdagangan internasional dan ekonomi, hukum ekonomi dasar, serta akal sehat,” tegas pernyataan tersebut.
Perang tarif yang berkepanjangan ini memicu kekhawatiran dunia akan dampak buruk terhadap perdagangan global, mengingat kedua negara merupakan dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia.
Para pelaku usaha dan pengamat ekonomi pun menanti langkah selanjutnya dari masing-masing negara di tengah potensi meluasnya eskalasi perang dagang ini.
Editor: dr