BP Batam memasang papan peringatan di lokasi reklamasi Teluk Tering (ist)
Telegrapnews.com, Batam — Reklamasi liar di Teluk Tering, Kota Batam, Kepulauan Riau, kembali bikin geger publik. Aksi penimbunan laut yang diduga tanpa izin ini diprotes keras oleh Organisasi Akar Bhumi Indonesia.
Mereka menuding proyek tersebut dilakukan secara ugal-ugalan dan mencemari laut yang menjadi jalur hidup nelayan dan rumah bagi ekosistem penting, termasuk kawasan mangrove di Pulau Sembakau Kecil.
“Tidak ada pembatas khusus. Material timbunan langsung jatuh ke laut, menyebabkan keruh dan merusak karang,” kata Pendiri Akar Bhumi Indonesia, Hendrik Hermawan, Senin, 14 Juli 2025.
Reklamasi ini mencuat setelah tim Akar Bhumi melakukan survei awal untuk penanaman mangrove di Pulau Sembakau Kecil. Namun, bukannya ekosistem sehat yang ditemukan, mereka justru menyaksikan truk-truk hilir-mudik membawa material dan alat berat mendorong tanah ke laut secara terang-terangan.
“Lautnya jadi coklat. Ini sudah kami laporkan ke Kementerian Lingkungan Hidup,” ujar Hendrik.
Kabar ini ramai di media sosial dan memancing perhatian Wakil Wali Kota Batam yang juga Wakil Kepala BP Batam, Li Claudia Chandra. Ia melakukan inspeksi mendadak ke lokasi reklamasi bersama Badan Pengusahaan (BP) Batam pada 8 Juli lalu. Video blusukannya diunggah ke Instagram dan langsung menyita perhatian publik.
“Proyek reklamasi ini tidak berizin. Setiap kegiatan yang melanggar aturan akan kami tindak tegas,” tegas Li Claudia dalam video tersebut.
Ini bukan pertama kalinya reklamasi liar terjadi di Teluk Tering. Pada Juli 2023, anggota Komisi IV DPR bersama perwakilan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta KLHK melakukan sidak ke lokasi yang sama. Meski sempat dipasangi garis polisi, aktivitas reklamasi kembali muncul—seolah hukum hanya pajangan.
Nelayan setempat mengaku telah melayangkan protes ke perusahaan pelaksana. Dampaknya bukan hanya pencemaran laut, tapi juga sungai yang tertimbun hingga menyebabkan banjir di kawasan Batam Center.
Menurut Hendrik, persoalan reklamasi ini makin rumit sejak pemerintah pusat memberi kewenangan penuh kepada BP Batam melalui Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2025. Revisi dari PP 41 Tahun 2021 itu menyerahkan perizinan, pengawasan, hingga penegakan sanksi kepada satu lembaga: BP Batam.
“BP itu orientasinya bisnis. Bagaimana bisa kita harap pengawasan yang objektif kalau mereka juga yang mengeluarkan izinnya?” ujar Hendrik seperti dikutip tempo, Rabu (16/7/2025).
Wali Kota Batam sekaligus Kepala BP Batam, Amsakar Achmad, memilih bungkam soal desakan moratorium reklamasi dari nelayan dan kelompok sipil. Ia hanya menyebut bahwa pihaknya tengah menyusun petunjuk teknis implementasi PP 25/2025.
“Kalau di masa transisi saja sudah rusak parah, apalagi sekarang. Kami khawatir celah aturan dimanfaatkan untuk praktik kejahatan lingkungan,” kata Hendrik.
Reklamasi tanpa batas, laut tercemar, hutan mangrove terancam, nelayan terdesak, dan pemerintah setempat diam? Aktivis lingkungan menyebut ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi kejahatan ekologis yang dilakukan secara sistematis dan terstruktur.
“Apa yang terjadi di Teluk Tering adalah cermin lemahnya negara menghadapi kapitalisme lahan pesisir,” tutup Hendrik.
Editor: dr
TelegrapNews.com, Batam - Wakil Wali Kota Batam, Li Claudia Chandra, menyambut kedatangan Wakil Presiden Republik…
TelegrapNews.com, Batam – Pulau Cicir yang masuk kategori pulau-pulau terluar serta merupakan daerah tangkapan ikan…
Telegrapnews.com, Batam – Bayangkan sebuah akhir pekan di tepi laut, di mana suara ombak menjadi…
TelegrapNews.com, Batam – Kapolda Kepri Irjen Pol Asep Safrudin, S.I.K., M.H., menghadiri kegiatan Doa Bersama…
Telegrapnews, Bali – Momentum Bali Annual Telkom International Conference (BATIC) 10th Edition 2025 di Bali…
Telegrapnews, Batam – Upaya pencegahan bunuh diri kini menjadi perhatian serius aparat kepolisian. Satuan Polisi…