Dulu Murah, Sekarang Mahal! Rokok H&D Ilegal Bikin Pedagang Kecil Serba Salah

    Dulu Murah, Sekarang Mahal! Rokok H&D Ilegal Bikin Pedagang Kecil Serba Salah
    Rokok ilegal H&D menghilang di pasaran. (ilustrasi)

    Telegrapnews.com, Batam – Di balik lonjakan harga rokok ilegal merek H&D yang kini mencapai Rp 82 ribu per pak, tersembunyi jeritan pedagang kaki lima yang makin terdesak. Dulu jadi andalan karena murah meriah, kini rokok H&D malah bikin dilema!

    Di kawasan Baloi, rokok ilegal ini tak hanya bikin rugi negara miliaran rupiah per tahun, tapi juga memaksa pedagang kecil seperti Lina memilih jalan berisiko demi bertahan hidup.

    BACA JUGA:  Viral! Penjual Tisu Beratraksi Kungfu di Batam Mengaku Dianiaya Petugas Dinsos

    “Harga sekarang sudah Rp 14.000 sampai Rp 15.000 per bungkus. Tapi pembeli tetap cari. Kalau saya nggak jual, mereka tinggal pindah ke pedagang lain,” kata Lina, Rabu (28/05/2025).

    Rokok H&D yang tanpa pita cukai ini memang melanggar hukum—jelas melanggar UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Namun di mata pedagang kecil, ini jadi jalan pintas agar dapur tetap ngebul.

    BACA JUGA:  Batam Darurat Truk Uzur: Ribuan Kendaraan Berat Tak Layak Jalan, Nyawa Pengendara Jadi Taruhan!

    Mirisnya, akses mudah ke rokok murah ini justru mengancam generasi muda. Anak-anak dan remaja makin gampang merokok, membuka pintu bagi bahaya kesehatan jangka panjang.

    Sayangnya, penindakan oleh Bea Cukai Batam belum cukup. Jaringan distribusi rokok ilegal terlalu licin, terlalu kuat. Warung-warung pinggir jalan terus dibanjiri produk ini.

    Kini desakan muncul: pemerintah jangan hanya tegas menindak, tapi juga harus hadir memberi solusi! Pedagang butuh alternatif legal yang tetap menguntungkan. Tanpa itu, mereka akan terus terjebak dalam praktik yang melanggar hukum.

    BACA JUGA:  Polsek Batu Aji Ungkap Kasus Pencurian dengan Kekerasan di Tanjung Uncang, Tiga Pelaku Diamankan

    Jika tak segera ada tindakan nyata, negeri ini tak hanya kehilangan pendapatan triliunan rupiah, tapi juga kehilangan masa depan generasi muda—dan nasib pedagang kecil pun makin suram.

    Penulis: Wawan Septian