Saling Lempar Tanggung Jawab, Izin Tak Keluar—Cut and Fill Jalan Terus di Botania

Saling Lempar Tanggung Jawab, Izin Tak Keluar—Cut and Fill Jalan Terus di Botania
Wakil Kepala BP Batam yang juga Wakil Wali Kota Batam Li Claudia Chandra bersitegang dengan humas PT Citylink soal Cut and Fill di Botania 1 (ist)

Telegrapnews.com, Batam – Ketika regulasi tak sejalan dengan kecepatan dunia usaha, dilema pun tak terelakkan. Inilah yang kini dirasakan para pelaku usaha properti dan pengelolaan lahan di Batam. Prosedur perizinan yang lamban, tarik-ulur antarinstansi, hingga ancaman pencabutan izin pemanfaatan lahan (PL), menjelma menjadi mata rantai persoalan yang terus menggerogoti sektor ini.

Puncaknya, Kepala BP Batam bersama Wakil Kepala BP Batam sekaligus Wakil Wali Kota Batam, Li Claudia Chandra, melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke kawasan Botania I. Di sana, ditemukan aktivitas cut and fill ilegal yang dilakukan PT Citylink Central Properti—meski izin resmi belum diterbitkan.

“Kami sudah lima tahun pegang lahan. Kalau tak digarap, bisa dicabut PL-nya. Tapi izin belum juga keluar sampai sekarang,” keluh Aseng, pengusaha pemilik PT Citylink, dengan nada putus asa.

BACA JUGA:  Kurang dari Setengah DPT Batam Berpartisipasi di Pilkada 2024, Ini Kata KPU Batam

Ironisnya, pihak BP Batam menyebut keterlambatan tersebut berada di luar kewenangan mereka. “Sebelum izin cut and fill keluar, dokumen AMDAL harus ada. Itu wewenang Pemprov Kepri, bukan kami,” ujar Li Claudia menjelaskan.

Pernyataan itu menandai lempar bola panas ke Pemprov Kepri. Para pengusaha pun terjebak dalam dilema: tidak bisa menunggu, tapi juga tidak boleh melanggar.

Aktivis vs Pejabat: Sidak yang Berujung Panas

Ketegangan memuncak saat Yusril Koto, aktivis media sosial sekaligus Humas PT Citylink, menuding pemerintah tebang pilih dalam melakukan sidak. Ia menyebut banyak proyek cut and fill lain yang tidak berizin tapi tidak pernah disorot.

“Kalau mau adil, ayo kita buka semua. Termasuk proyek penimbunan di Sungai Baloi yang katanya melibatkan politisi. Kenapa cuma kami yang disidak?” tantangnya lantang di hadapan Li Claudia.

BACA JUGA:  Serangan Brutal di Kampung Sembulang, Rempang: Ini Fakta Awalnya

Yusril bahkan menyebut nama Lik Khai, anggota DPRD Kepri dari Partai NasDem, sebagai sosok di balik penimbunan alur sungai tersebut.

Ketegangan itu hampir berujung pada adu fisik sebelum dilerai aparat. Video perdebatan mereka viral di media sosial dan memicu diskusi publik yang luas soal tumpang tindih perizinan dan ketidakadilan perlakuan pemerintah.

Tak lama setelah kejadian, Yusril dilaporkan ke Polresta Barelang oleh kuasa hukum PT Karsa Adhitama Persada, Akhmad Rosano, atas dugaan menyebarkan hoaks dan pencemaran nama baik.

Di sisi lain, Partai NasDem melalui Husni Thamrin dari DPP menegaskan bahwa aktivitas di Sungai Baloi adalah bagian dari “normalisasi” sungai, bukan penimbunan ilegal.

BACA JUGA:  Tim Terpadu Tangkap 35 Ekor Buaya Lepas di Batam, Kondisi Perairan Pulau Bulan Mulai Kondusif

Antara Regulasi dan Realita

Di tengah drama ini, satu hal jadi sorotan utama: sistem perizinan lahan di Batam masih jauh dari kata ideal. Saling lempar kewenangan antara BP Batam dan Pemprov Kepri menciptakan celah yang merugikan pengusaha, merusak tata ruang, dan melemahkan kepercayaan publik.

“Saya cinta Kota Batam. Tapi kalau dibiarkan seperti ini, Batam bisa tenggelam oleh banjir,” ujar Claudia menutup sidak dengan nada emosional.

Kini publik menanti jawaban: apakah ini akan jadi momentum perbaikan sistem perizinan di Batam? Atau justru membuka babak baru tarik-menarik kepentingan antara pengusaha, pejabat, dan aktivis?

Editor: dr