
Telegrapnews.com, Batam – Harga emas melonjak ke level tertinggi dalam hampir tiga bulan terakhir, didorong oleh melemahnya dolar Amerika Serikat (AS). Berdasarkan data Refinitiv, harga emas pada penutupan perdagangan Selasa (21/1/2025) tercatat di level US$ 2.742,47 per troy ons, naik 2,27% dalam sehari. Kenaikan ini merupakan yang tertinggi sejak 5 November 2024.
Tren penguatan emas terus berlanjut setelah sebelumnya naik 0,24% pada perdagangan Senin. Hingga Rabu pagi (22/1/2025) pukul 06.32 WIB, harga emas kembali menguat 0,03% ke posisi US$ 2.743,31 per troy ons.
Faktor utama yang mendorong kenaikan harga emas adalah pelemahan dolar AS, yang membuat logam mulia ini lebih terjangkau bagi pembeli dengan mata uang lain. Indeks dolar (DXY) turun ke level 108,062, titik terendah sepanjang tahun ini.
“Emas menjadi lebih murah ketika dolar melemah, sehingga permintaan meningkat,” ujar analis pasar.
Selain pelemahan dolar, ketidakpastian global yang dipicu oleh kebijakan tarif perdagangan AS juga turut mendukung harga emas.
Efek Trump
Presiden AS Donald Trump belum memberikan rincian mengenai tarif baru terhadap China. Namun, ia memberi sinyal kemungkinan pemberlakuan bea impor tambahan untuk barang-barang dari Kanada dan Meksiko mulai 1 Februari, yang memicu kekhawatiran pasar.
Ahli strategi komoditas TD Securities, Daniel Ghali, mengatakan bahwa pergerakan emas sangat dipengaruhi oleh ancaman kebijakan tarif yang diusulkan Trump.
“Informasi yang terbatas tentang tarif potensial menciptakan ketidakpastian di pasar,” kata Ghali kepada Reuters.
Emas dikenal sebagai aset aman di tengah gejolak ekonomi dan geopolitik. Namun, kebijakan Trump yang dianggap inflasioner memicu ekspektasi suku bunga tinggi dari The Federal Reserve (The Fed). Suku bunga tinggi dapat mengurangi daya tarik emas karena tidak memberikan imbal hasil seperti aset lainnya.
Peter Grant, wakil presiden di Zaner Metals, menjelaskan bahwa pelaku pasar saat ini menantikan pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) minggu depan dan data inflasi Personal Consumption Expenditure (PCE).
“Meskipun The Fed diperkirakan tidak akan melakukan perubahan kebijakan, pernyataan mereka akan diawasi ketat untuk memproyeksikan langkah ke depan,” jelasnya.
Sumber: cnbc
Editor: dr