
Telegrapnews.com, Batam – Pemimpin Hamas, Yahya Sinwar, yang gugur dalam pertempuran di Rafah, Gaza, telah menjadi simbol kebanggaan bagi warga Palestina. Sinwar, yang terlibat dalam Operasi Banjir Al Aqsa, melawan pasukan Israel selama 18 hari sebelum syahid pada 18 Oktober 2024.
Dia dikenal karena komitmennya yang tinggi untuk membela tanah kelahirannya.
Kepada publik, Sinwar pernah menegaskan bahwa ia lebih memilih mati di tangan Israel daripada dalam kecelakaan atau serangan jantung.
Pernyataan tersebut menunjukkan komitmennya yang tak tergoyahkan terhadap perjuangan Palestina.
“Hadiah terbaik yang bisa diberikan oleh musuh dan penjajah kepada saya adalah membunuh saya dan saya pergi sebagai syuhada di tangan mereka,” ungkapnya.
Baca juga: Yahya Sinwar Gugur, Netanyahu Klaim Kemenangan: Perlawanan Palestina Tetap Berlanjut
Dalam pertempuran terakhirnya, ia bertempur dengan beberapa pejuang lainnya. Mengenakan pakaian militer lengkap, termasuk rompi, granat, dan senapan serbu. Meskipun ada klaim dari Israel bahwa ia bersembunyi, laporan menyatakan ia berjuang di garis depan hingga akhir hayatnya.
Syahid di Medan Perang
Dilansir Al Mayadeen, menurut sumber tersebut, setelah ditunjuk sebagai kepala Biro Politik Hamas, Sinwar disarankan untuk tetap berada di luar medan perang. Tetapi ia menolak dan bersikeras untuk tetap melawan, bertempur, dan mati di garis depan.
“Dia tidak ingin menjauh dari medan perang, dia ingin mati dalam pertempuran. Dia telah bertempur melawan Israel di Rafah selama 18 hari dan terlibat dalam pertempuran dengan empat rekannya pada hari kematiannya, sebuah pertempuran yang berlangsung sekitar dua jam,” kata sumber tersebut.
Mengungkapkan beberapa detail konfrontasi, sumber tersebut mengatakan kepada surat kabar Turkiye bahwa Sinwar sendirian di dalam gedung setelah rekan-rekannya berusaha mengalihkan pasukan pendudukan darinya.
Baca juga: Mati Satu, Tumbuh Seribu: Hilang Sinwar, Muncul 8 Calon Pengganti Kepala Biro Politik Hamas
Dia memilih untuk membungkus wajahnya dengan kafiyeh untuk menghindari pengenalan kecerdasan buatan ketika pasukan Israel mengirim drone untuk merekamnya.
Dengan hanya sebuah tongkat di tangan, duduk di sofa, ia berusaha melemparkannya ke arah pesawat tak berawak Israel, yang kemudian mundur sebelum rumah yang ia tempati dibombardir sekali lagi, yang berujung pada kematiannya sebagai seorang martir.
Warga Gaza Bangga
Video terakhir yang menunjukkan Sinwar berjuang meski terluka parah dan berusaha menyerang pesawat tak berawak Israel, telah menyebar luas di media sosial dan menginspirasi banyak orang di Gaza.
Warga merayakan kematiannya sebagai tanda keberanian dan dedikasi untuk perjuangan mereka.
“Dia meninggal dalam keadaan mengenakan rompi militer, bertempur dengan senapan dan granat, dan ketika dia terluka dan berdarah, dia bertempur dengan tongkat. Beginilah cara para pahlawan meninggal,” kata Adel Rajab, 60 tahun, seorang ayah dari dua anak di Gaza.
Baca juga: Yahya Sinwar Gugur dalam Pertempuran, Hamas Janji Lanjutkan Perjuangan
“Saya sudah menonton video itu 30 kali sejak semalam, tidak ada cara yang lebih baik untuk mati,” kata Ali, seorang sopir taksi berusia 30 tahun di Gaza.
“Saya akan menjadikan video ini sebagai tontonan harian untuk anak-anak saya dan cucu-cucu saya kelak,” ujar ayah dari dua orang anak ini.
“Beginilah cara para pemimpin pergi, dengan senapan di tangan. Saya mendukung Sinwar sebagai pemimpin dan hari ini saya bangga padanya sebagai seorang martir,” kata Rasha, seorang ibu berusia 42 tahun yang mengungsi dengan empat orang anak.
Baca juga: Reaksi Gaza Terhadap Kematian Sinwar: Dia Bertempur Hingga Mati
Hamas Siapkan Pemimpin Baru
Setelah kesyahidan Sinwar, Hamas mulai mempersiapkan pemimpin berikutnya. Tiga kemungkinan calon pemimpin sedang dipertimbangkan, termasuk Khaled Meshaal dan Khalil al-Hayya.
Hamas menegaskan bahwa perlawanan terhadap pendudukan Israel akan terus berlanjut, dengan komitmen untuk memperjuangkan kemerdekaan dan hak kembali rakyat Palestina.
Editor: denni risman