TelegrapNews.com, Batam – Penghentian sementara kegiatan impor bahan baku PT Esun Internasional Utama (Esun) oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sejak akhir September 2025 menimbulkan efek domino pada sektor tenaga kerja dan investasi di Batam.
Sedikitnya 2.000 pekerja langsung dan sekitar 6.000 anggota keluarga kini terancam kehilangan mata pencaharian jika aktivitas produksi tak segera pulih.
Langkah penghentian itu dilakukan pasca pengawasan oleh KLHK pada 23 September 2025 terhadap kegiatan pengolahan bahan baku ekspor PT Esun di kawasan Free Trade Zone (FTZ) Batam.
Padahal, perusahaan tersebut telah mengantongi izin resmi dari BP Batam sejak 2017, dengan pembaruan terakhir pada 2 Desember 2021, terkait Persetujuan Pemasukan Barang Sebagai Bahan Baku untuk Ekspor.
“BP Batam tentu tidak sembarangan menerbitkan izin. Ada pertimbangan ekonomi dan tata kelola yang ketat,” ujar Manajer Senior PT Esun, Ardian kemarin (7/10/2025).
Dengan investasi mencapai Rp50 miliar, kontribusi pajak Rp14 miliar, dan partisipasi BPJS Rp30 miliar, PT Esun menegaskan seluruh kegiatan industrinya tidak mencemari lingkungan.
“Seluruh bahan baku kami olah dan ekspor kembali. Tidak ada limbah yang dibuang sembarangan,” tegas Ardian.
Konteks Regulasi: Kekosongan Aturan di FTZ
Isu mengenai legalitas pemasukan bahan baku elektronik di kawasan perdagangan bebas sebenarnya bukan hal baru. Setahun sebelumnya, pada Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Kajian Analisis Regulasi Pemasukan Bahan Baku yang Belum Ditentukan Pembatasannya di Kawasan Perdagangan Bebas” (12 November 2024), sejumlah pakar mengingatkan adanya kekosongan hukum dan tumpang tindih kewenangan dalam pengelolaan bahan baku industri di Batam.
Ketua Tim Kajian, Masyithoh Annisa, menyebut bahwa kegiatan industri berbasis daur ulang di kawasan perdagangan bebas perlu kejelasan hukum agar tidak menimbulkan persepsi negatif terhadap pelaku usaha.
“Regulasi yang ada masih tumpang tindih, dan belum ada satu aturan yang mengakomodir pemasukan bahan baku elektronik ke kawasan FTZ,” ujarnya saat itu.
Menurut Masyithoh, selama kegiatan industri dilakukan dengan pengawasan dan memenuhi standar lingkungan, ekonomi sirkular dapat menjadi peluang investasi hijau yang sejalan dengan visi pembangunan rendah emisi karbon dalam SDGs dan RPJMN.
Pandangan itu kini menjadi relevan ketika sejumlah perusahaan, termasuk PT Esun, menghadapi ketidakpastian akibat belum sinkronnya aturan lintas kementerian.
Pemerintah Akui Ada Perbedaan Tafsir
Kementerian Perindustrian kala itu melalui Abdul Aziz juga mengakui, pedoman ekonomi sirkular untuk sektor elektronik sebenarnya sudah disusun, namun belum terakomodir dengan jelas dalam konteks kawasan bebas seperti Batam.
“Implementasi pedoman itu masih perlu disesuaikan dengan rezim FTZ yang memiliki karakter khusus,” ujarnya dalam FGD tersebut.
Sementara itu, perwakilan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Batam, Robby Wahyudi, menyebut adanya perbedaan tafsir antara lembaga pusat dan daerah mengenai status e-waste — apakah tergolong limbah B3 atau bahan baku bernilai ekonomi.
“Perbedaan tafsir ini berimplikasi pada perizinan dan pengawasan di lapangan,” katanya.
Kesimpulan FGD yang dipimpin para pakar saat itu menyebut perlunya sinkronisasi lintas kementerian dan lembaga, khususnya antara KLHK, Kemenperin, Kemendag, dan BP Batam, agar kegiatan pengelolaan bahan baku elektronik di kawasan perdagangan bebas berjalan legal, efisien, dan ramah lingkungan.
Pemerintah Akui Perlu Sinkronisasi
Dalam kajian yang sama, perwakilan Kementerian Perindustrian mengakui bahwa pedoman ekonomi sirkular untuk sektor elektronik sudah disusun, namun implementasinya di kawasan bebas seperti Batam belum diatur secara eksplisit.
Sementara BP Batam menyatakan berhati-hati dalam pengawasan agar kegiatan industri tidak berdampak pada kualitas lingkungan, terutama karena Batam tidak memiliki sumber air tanah.
Dinas Lingkungan Hidup Batam bahkan menilai masih terjadi perbedaan tafsir antara lembaga pusat dan daerah mengenai status bahan baku elektronik — apakah dikategorikan sebagai limbah B3 atau bahan industri bernilai ekonomi.
Kesimpulan FGD menegaskan perlunya sinkronisasi lintas kementerian dan lembaga, agar kegiatan pengelolaan bahan baku di kawasan FTZ dapat berjalan legal, efisien, dan ramah lingkungan.
Seruan Kepastian Hukum
Pengamat kebijakan industri, Syam Buana, menilai, kasus seperti yang dialami PT Esun memperlihatkan pentingnya kepastian hukum investasi di kawasan FTZ. “Jangan sampai tumpang tindih aturan membuat investor yang beritikad baik terhenti di tengah jalan,” katanya.
Meski menghadapi ujian, PT Esun menyatakan tetap membuka diri untuk pembinaan dan evaluasi dari pemerintah. “Kami siap mengikuti semua aturan, asalkan jelas dan terukur,” ujar Ardian.
TelegrapNews.com, Batam – Seorang warga Perumahan Jupiter, Dreamland, Kecamatan Sekupang, dilarikan ke rumah sakit setelah…
TelegrapNews.com, Surabaya - Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Akhmad Munir, menerima Lencana Kehormatan…
TelegrapNews.com, Batam – Beladiri Savate. Baru dengar ya? Kalau iya, baca sampai tuntas. Ini bukan…
TelegrapNews.com, Batam – Transparansi rantai logistik di Batam, yang dikenal sebagai salah satu pintu utama…
TelegrapNews.com, Batam – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Kepri menggelar rapat pleno terbatas di Kampus…
TelegrapNews.com, Batam – Organisasi Kemasyarakatn Pemuda Pancasila Pusat segera menggelar Musyawarah Besar (Mubes) XI Pemuda…