Ekspor Pasir Laut Kembali Dibuka, Nelayan Kepri Peringatkan Konflik Sosial dan Lingkungan

Ekspor Pasir Laut Kembali Dibuka, Nelayan Kepri Peringatkan Konflik Sosial dan Lingkungan
Nelayan Karimun protes adanya penambangan sendimen pasir laut di kawasan tempat mereka mencari ikan (dok mngabay)

Telegrapnews.com, Batam – Dibukanya kembali aktivitas penambangan pasir laut melalui aturan pemanfaatan sedimentasi laut telah memicu konflik di kalangan nelayan Kepulauan Riau (Kepri). Penolakan keras datang dari nelayan yang terdampak langsung, terutama karena titik pengambilan sedimentasi beririsan dengan area penangkapan ikan tradisional.

Para nelayan tradisional khawatir aktivitas ini akan merusak ekosistem laut dan merampas mata pencaharian mereka.

Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kabupaten Bintan menyatakan bahwa nelayan sepakat untuk menolak adanya perusahaan pemanfaatan sedimentasi laut. Penolakan ini akan disampaikan ke pemerintah pusat.

Baca juga: KKP Tangkap Dua Kapal Asal Cina Sedang Sedot Pasir Laut Ilegal di Perairan Batam

Sekretaris Jenderal Kiara, Susan, juga menegaskan bahwa pemerintah tidak melibatkan partisipasi nelayan dalam proses pengambilan keputusan, terutama nelayan yang tidak mendukung aturan ini.

“Pembukaan keran ekspor pasir laut oleh Kemendag memperkuat dugaan bahwa pemanfaatan sedimentasi laut hanyalah kedok untuk eksploitasi pasir laut,” ujar Susan.

Jakar, Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Teluk Setimbul di Kabupaten Karimun, merasa marah ketika mengetahui bahwa kapal isap tetap melakukan pengambilan sampel sedimentasi laut di Perairan Kampung Pasir Panjang, meskipun nelayan setempat sudah protes.

BACA JUGA:  Berkas P21, Penyidik Polda Kepri Serahkan Wakil Ketua Peradi Batam ke Kejaksaan Terkait Kasus Pencurian

“Kita tidak diberitahu, tiba-tiba kapal masuk begitu saja tanpa pemberitahuan kepada masyarakat nelayan,” kata Jakar.

Meskipun terjadi pertemuan antara nelayan dan pekerja kapal, aktivitas tetap berlanjut meski ada penolakan.

Baca juga: Nama-nama Besar Terlibat dalam Izin Ekspor Pasir Laut Indonesia

Jakar menjelaskan bahwa pengambilan sampel dimulai pada 28 Agustus 2024 dengan izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Namun, lokasi pengambilan berada di area fishing ground nelayan tradisional yang menangkap ikan tenggiri, sehingga memicu protes.

BACA JUGA:  Jokowi Perbolehkan Ekspor Pasir Laut, Singapura Siapkan Proyek Reklamasi Besar
KKP Tangkap Dua Kapal Asal Cina Sedang Sedot Pasir Laut Ilegal di Perairan Batam
KKP menangkap dua kapal China yang menyedot pasir laut secara ilegal di Perairan Karimuun, Rabu (9/10/2024) (dok kkp)

Memicu Konflik antar Nelayan

Amir, seorang nelayan di Kabupaten Karimun, juga menyuarakan penolakannya. Menurutnya, aktivitas penambangan ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga memecah belah komunitas nelayan.

“Konflik sudah terjadi antara nelayan yang menolak dan yang mendukung, bahkan hubungan antar nelayan pun semakin renggang,” kata Amir.

Beberapa nelayan yang mendukung diduga hanya mencari kompensasi, sementara nelayan aktif yang benar-benar bergantung pada laut sangat menentang aktivitas ini.

BACA JUGA:  Pleno Perdana PWI Pusat Sepakati Riau sebagai Tuan Rumah HPN 2025

Baca juga: Jokowi Perbolehkan Ekspor Pasir Laut, Singapura Siapkan Proyek Reklamasi Besar

Selain konflik antar nelayan, Amir memperingatkan bahwa aturan ini juga bisa memicu konflik antara nelayan dan perusahaan tambang.

Ia menekankan bahwa aktivitas penambangan semacam ini hanya akan merusak ekosistem laut dan mengganggu kehidupan nelayan.

“Jika aturan ini tetap diterapkan, konflik antar nelayan dan perusahaan akan semakin parah,” ujar Amir.

Meskipun banyak pihak menolak, pemerintah masih melanjutkan progres penerapan PP 26 tahun 2023 tentang pemanfaatan sedimentasi laut, termasuk membuka izin ekspor pasir laut. Namun, bagi nelayan tradisional di Kepri, aturan ini tak lebih dari ancaman bagi kelangsungan hidup mereka.

Sumber: mongabay
Editor: dennirisman